I. PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Hama adalah organisme yang dianggap
merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat
digunakan untuk semua organisme, dalam praktik istilah ini paling sering
dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan
juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau
menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Contohnya adalah
organisme yang menjadi vektor penyakit bagi
manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa
berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi
vektor malaria. Dalam pertanian, hama adalah
organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke
dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian (Anonim, 2012). Sumber
lain menyebutkan bahwa hama adalah penyebab suatu kerusakan pada tanaman yang
dapat dilihat dengan panca indera (mata). Hama tersebut dapat berupa binatang,
dan dapat merusak tanaman secara langsung maupun secara tidak langsung. Hama yang
merusak tanaman secara langsung dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan
gigitan.
Sedangkan hama yang merusak tanaman secara tidak langsung biasanya melalui
suatu penyakit. (Harno, 2012)
Serangga merupakan objek penting
yang dipelajari karena merupakan hama yang merusak tanaman diarea pertanian dan
serangga merupakan jumlah spesies yang terbesar yaitu sekitar 686.000 (91% dari
750 spesies arthropoda) dan dari seluruh spesies binatang yang dikenal yakni sekitar
72% dari seluruh spesies binatang. Serangga yang penting yang tidak lain sering
merusak tanaman adalah kelompok kelas Hexapoda. Serangga Hexapoda mempunyai
ciri khas yakni memiliki enam buah kaki. Jenis ini memiliki beberapa jenis
ordo,yakni sebagai berikut:
1.
Ordo Orthoptera.
Berasal dari kata orthos yang artinya”lurus” dan pteron
artinya “sayap”. Golongan serangga
ini sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di
antaranya yang bertindak sebagai predator. Sewaktu istirahat sayap bagian
belakangnya dilipat secara lurus dibawah sayap depan. Sayap depan mempunyai
ukuran lebih sempit daripada ukuran sayap belakang. Alat mulut nimfa dan
imagonya menggigit-mengunyah yang ditandai adanya labrum, sepasang mandibula,
sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium
dengan palpus labialisnya. Tipe metamorfosis ordo ini adalah paurometabola
yaitu terdiri dari 3 stadia (telur-nimfa-imago). Beberapa contoh serangga jenis
ordo orthoptera : Belalang kayu (Valanga
nigricornis Burn.), belalang pedang (Sexava
spp.), jangkrik (Gryllus mitratus
Burn dan Gryllus bimaculatus De G.)
dan anjing tanah (Gryllotalpa africana
Pal.).
2.
Ordo
Hemiptera
Hemi
artinya “setengah” dan pteron artinya “sayap”. Beberapa jenis
serangga dari ordo ini pemakan tumbuhan
dan adapula sebagai predator yang mengisap tubuh serangga lain dan golongan
serangga ini mempunyai ukuran tubuh yang besar serta sayap depannya mengalami
modifikasi, yaitu setengah didaerah pangkal menebal, sebagiannya mirip selaput,
dan syap belakang seperti selaput tipis. Paurometabola merupakan tipe
perkembangan hidup dari ordo ini yang terdiri dari 3 stadia yaitu telur >
nimfa > imago. Tipe mulut menusuk-mengisap yang terdiri atas moncong (rostum)
dan dilengkapi dengan stylet yang berfungsi sebagai alat pengisap. Nimfa dan
imago merupakan stadium yang bisa merusak tanaman. Beberapa contoh serangga
anggota ordo Hemiptera ini adalah : Kepik buah jeruk (Rynchocoris poseidon Kirk), hama pengisap daun teh, kina, dan buah
kakao (Helopeltis antonii), walang
sangit (Leptocorixa acuta Thumb) dan kepik
buah lada (Dasynus viridula).
3.
Ordo Homoptera
Homo artinya “sama” dan pteron artinya “sayap” serangga golongan
ini mempunyai sayap depan bertekstur homogen. Sebagian dari serangga ini
mempunyai dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya kutu
daun (Aphis sp.) sejak menetas sampai
dewasa tidak bersayap. Namun bila populasinya tinggi sebagian serangga tadi
membentuk sayap untuk memudahkan untuk berpindah habitat. Tipe perkembangan
hidup serangga ini adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Jenis serangga
ini, antara lain: wereng coklat (Nilaparvta
lugens), wereng hijau (Nephotettix
apicalis), kutu loncat (Heteropsylla)
dan kutu daun (Myzus persicae).
4.
Ordo
Lepidoptera
Berasal dari kata lepidos “sisik” dan pteron artinya “sayap”. Tipe alat mulut dari ordo lepidoptera
menggigit-mengunyah tetapi pada imagonya bertipe mulut menghisap.
Perkembangbiakannya bertipe “holometebola” (telur-larva-pupa-imago). Larva
sangat berpotensi sebagai hama tanaman,
sedangkan imagonya(kupu-kupu dan ngengat) hanya mengisap madu dari tanaman
jenis bunga-bungaan. Sepasang sayapnya mirip membran yang dipenuhi sisik yang
merupakan modifikasi dari rambut. Yang termasuk jenis serangga dari ordo
ini,antara lain: Ulat daun kubis (Plutella
xyllostella), kupu-kupu pastur (Papilio
memnon L), ulat penggulung daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls) dan penggerek padi putih (Tryporyza innotata Walker).
5.
Ordo Coleoptera
Coleos artinya “seludang” pteron “sayap”.
Tipe serangga ini memiliki sayap depan yang mengeras dan tebal seperti seludang berfungsi untuk
menutup sayap belakang dan bagian tubuh. Sayap bagian belakang mempunyai
struktur yang tipis. Perkembangbiakan ordo ini bertipe “holometabola” atau
metamorfosis sempurna yang perkembangannya melalui stadia : telur – larva –
kepompong (pupa) – dewasa (imago). Tipe
alat mulut nyaris sama pada larva dan imago (menggigit-mengunyah) jenisnya bentuk
tubuh yang beragam dan ukuran tubuhnya lebih besar dari jenis serangga lain.
Anggota-anggotanya sebagian sebagai pengganggu tanaman, namun ada juga yang
bertindak sebagai pemangsa serangga jenis yang berbeda. Serangga yang yang
merusak tanaman, antara lain: kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros L.), kumbang daun kangkung, semangka, dan terung
(Epilachna sp.), kumbang daun keledai
(Phaedonia inclusa Stal.) dan penggerek batang cengkih (Nothopeus fasciatipennis Wat. ).
6.
Ordo
Diptera
Di artinya “dua” dan pteron artinya “sayap” merupakan bangsa lalat, nyamuk meliputi serangga pemakan
tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya
memiliki satu pasang sayap di depan, sedangkan sayap belakang telah berubah
menjadi halter yang multifungsi sebagai alat keseimbangan, untuk mengetahui
arah angin, dan alat pendengaran.Metamorfosisnya “holometabola” (telur-larva-kepompong –imago).
Larva tidak punya tungkai, dan meyukai tempat yang lembab dan tipe mulutnya
menggigit-mengunyah, sedangkan imago bertipe mulut menusuk-mengisap atau
menjilat-mengisap. Jenis serangga golongan ini, antara lain : Lalat buah (Bactrocera sp.), lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon), lalat bibit
padi (Hydrellia philippina) dan hama
ganjur (Orseolia oryzae Wood Mason).
(Abrar, 2011)
Selama hidupnya, serangga berubah
bentuk beberapa kali. Perubahan ini disebut metamorfosis. Ada empat macam
metamorfosis pada serangga, yakni:
a.
Ametabola
(tanpa metamorfosis)
Bentuk
luar serangga pradewasa (gaead) serupa dengan imagonya, kecuali ukuran
dan kematangan alat kelamin. Gaead dan imago biasanya hidup pada habitat
sama. Contoh : ordo Thysanura (kutu buku)
b.
Paurometabola (metamorfosis bertahap)
Bentuk umum serangga
pradewasa menyerupai serangga dewasa tetapi terjadi perubahan bentuk dan ukuran
pada serangga dewasa seperti terbentuknya sayap dan alat kelamin. Contoh : ordo
Hemiptera
c.
Hemimetabola
(metamorfosis tidak sempurna)
Serangga pradewasa disebut
Naiad. Naiad dan imago hidup pada habitat yang berbeda (naiad hidup di air,
imago hidup di darat/udara). Naiad memiliki modifikasi tungkai antara lain
untuk melekat, memanjat, dan menggali, tubuh untuk berenang, alat mulut untuk
mencari makan dalam air. Contoh : ordo Odonata (Capung), ordo Ephemeroptera dan
Plecoptera
d.
Holometabola
(metamorfosis sempurna/lengkap)
Telur
(menetas) larva pupa Imago Serangga pradewasa (larva dan pupa) memiliki bentuk
yang sangat berbeda dengan imago. Larva biasanya menempati habitat dan makanan
yang berbeda dengan imagonya. Pupa terdapat dalam kokon, puparium, atau tidak
terlindung/terbuka. Contoh : ordo Diptera (lalat, nyamuk), ordo Lepidoptera
(kupu-kupu), ordo Coleoptera (kumbang), ordo Hymenoptera (semut, lebah)
(Hidayat, Purnama. 2012)
1.2.Tujuan
Tujuan
Praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman ini yaitu untuk mengetahui perbedaan
enam ordo serangga yakni ordo Orthoptera, Hemiptera, Homoptera, Lepidoptera,
Dipteral dan Coleopteran, serta untuk mengetahui lebih jelas perbedaan
masing-masing bagian tubuh serangga (kepala, dada, sayap, perut dan kaki)
sehingga memudahkan pengklasifikasian/identifikasi keenam serangga hama
tersebut.
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Tempat dan Waktu
Praktikum
Dasar-dasar perlindungan tanaman dengan judul “Mengenal Ordo Serangga Hama” dilaksanakan
di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Palangka Raya,pada hari Sabtu tanggal 06 April 2013 pukul 15.00-17.00 WIB.
2.2.
Alat dan Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1 jenis serangga dari masing-masing
ordo, belalang kayu (Valanga nigricornis)
dari ordo Orthoptera, Walang Sangit (Leptocorisa
acuta) dari ordo Hemiptera, Kutu Daun (Aphis
sp) dari Ordo Homoptera, Ulat Tanah (Agrotisipsilon) dari Ordo Lepidoptera,
Lalat buah (Dacus sp) dari Ordo
Diptera dan Kumbang Kelapa (Oryctes
rhinoceros) dari Ordo Coleoptera. Sedangkan alat-alat yang digunakan kaca
pembesar/lup, alat gambar dan alat tulis lainnya.
2.3.
Cara Kerja
Praktikan
mengamati kemudian membuat hasil pengamatan dalam bentuk gambar dari
masing-masing ordo serangga hama, bagian yang digambar adalah bentuk serangga
keseluruhan, serta per masing-masing bagian yaitu sayap depan dan belakang,
kepala (caput), dada (thorax), perut (abdomen) dan kaki. Kemudian melakukan pengklasifikasian (genus,
spesies, ordo dan familia) dan membuat resuman singkat meliputi gejala
serangan, tanaman yang diserang dan biologi serangga tersebut
(telur-larva-pupa-imago atau telur-nimfa-imago) dan dicantumkan dalam laporan.
Gambar hasil pengamatan ini dibuat sebagai laporan sementara yang di tanda
tangani oleh asisten yang bertugas.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil
Pengamatan
Dari
hasil pengamatan terhadap setiap masing-masing contoh ke enam ordo serangga
hama disajikan paa tabel berikut.
Tabel
1. Tabel Hasil Pengamatan ordo serangga hama.
No
|
Nama Serangga
|
Ordo Serangga
|
Tipe Perkembngan
|
Tipe Alat Mulut
|
Bagian tanaman yang diserang
|
1
|
Kutu Daun
(Aphis
sp)
|
Homoptera
|
Paurometabola
|
Menusuk, menghisap
|
daun
|
2
|
Walang Sangit (Leptocorisa acuta)
|
Hemiptera
|
Paurometabola
|
Menusuk, menghisap
|
daun
|
3
|
Lalat buah (Dacus sp)
|
Diptera
|
holometabola
|
Menjilat menghisap
|
buah
|
4
|
belalang kayu (Valanga nigricornis)
|
Orthoptera
|
Paurometabola
|
Menggigit, mengunyah
|
daun
|
5
|
Ulat Tanah (Agrotisipsilon)
|
Lepidoptera
|
Paurometabola
|
Menggigit, mengunyah
|
Daun, buah dan batang
|
6
|
Kumbang Kelapa (Oryctes
rhinoceros)
|
Coleoptera
|
holometabola
|
Menggigit, mengunyah
|
pucuk
|
3.2.
Pembahasan
3.2.1. Kutu
Daun (Aphis sp)
Gambar
1: (a) kutu daun (b) bagian-bagian tubuh kutu daun
Sumber : Internet
Klasifikasi Kutu daun menurut Abrar.
2011 yaitu Kingdom: Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas:
Insecta, Ordo: Hemiptera, Subordo: Sternorrhyncha, Superfamili: Aphidoidea, Famili:
Aphididae, Spesies : Aphid
sp
Secara
umum kutu berukuran kecil, antara 1-6 mm, tubuhnya lunak, berbentuk seperti
buah pir, mobilitasnya rendah dan biasanya hidup secara berkoloni. Satu
generasi kutu ini berlangsung selama 6 - 8 hari pada kondisi lingkungan sekitar
25oC, dan 21 hari pada 15oC. Hidup kutu daun berkelompok pada bagian bawah helaian daun
atau pada pucuk tanaman. Nimfa dan imago mempunyai sepasang tonjolan pada ujung
abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel pada kutu daun persik berwarna
hitam. Kutu daun dewasa dapat menghasilkan keturunan (nimfa) tanpa melalui
perkawinan. Sifat ini disebut Partenogenesis. Satu ekor dewasa dapat
menghasilkan kira-kira 40 ekor nimfa. Selama tidak mengalami gangguan dan
makanan cukup tersedia, kejadian tersebut berlangsung terus menerus sampai
populasi menjadi padat. Nimfa terdiri atas 4 instar.
Nimfa- nimfa yang dihasilkan tersebut pada 7 - 10 hari
kemudian akan menjadi dewasa dan dapat menghasilkan keturunan lagi. Lama
stadium tersebut tergantung pada suhu udara.
Pengendalian secara bercocok
tanam/kultur teknis, meliputi cara-cara yang mengarah pada budidaya tanaman
sehat yaitu : terpenuhinya persyaratan tumbuh (suhu, curah hujan, angin,
ketinggian tempat, tanah), pengaturan jarak tanam, pemupukuan, dan pengamatan
pada kanopi tunas seluas 0,25 m2. Hitung serangga dewasa yang ada setiap 2
minggu. Pengendalian mekanis dan fisik, dilakukan dengan membersihkan kebun/
sanitasi terhadap gulma atau dengan menggunakan mulsa jerami di bedengan pembibitan
jeruk, serta membunuh langsung serangga yang di-temukan. Pengendalian biologi,
dengan memanfaatkan musuh alami predator dari famili Syrphidae, Menochillus sp.
Scymnus sp. (Coccinelidae), Crysophidae, Lycosidae dan parasitoid Aphytis sp.
3.2.2. Walang Sangit (Leptocorisa acuta)
Gambar 2: (a) Walang
sangit (b)
Bagian-bagian tubuh walang sangit
Sumber: Internet
Klasifikasi walang sangit menurut Anonym. 2010 yaitu sebagai berikut Kingdom : Animalia, Phylum:
Arthropoda, Kelas: Insecta, Ordo: Hemiptera, Famili : Alydidae, Genus:
Leptocorisa, Spesies: Leptocorisa acuta,
Author: Thunberg.
Walang sangit (L. acuta)
mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia
telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena
dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya
berkisar antara 15 – 30 mm. Walang sangit bertelur pada permukaan daun bagian
atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua
baris. Telur berwarna hitam, berbentuk segi enam dan pipih. Satu kelompok telur
terdiri dari 1-21 butir, lama periode telur ratarata 5,2 hari (Siwi et al.,
1981). Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Lama periode
nimfa rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi
coklat kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa.
Walaupun demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada
periode nimfa. Bagian ventral abdomen walang sangit berwarna coklat
kekuning-kuningan jika dipelihara pada padi, tetapi hijau keputihan bila
dipelihara pada rumput-rumputan (Goot, 1949 dalam Suharto dan Siwi, 1991).
Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm dengan tungkai dan antenna yang panjang. Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1. Setelah menjadi imago serangga ini baru dapat kawin Setelah 4-6 hari, dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit antara 32-43 hari. Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari, sedangkan serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari)(Siwi et al., 1981).
Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm dengan tungkai dan antenna yang panjang. Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1. Setelah menjadi imago serangga ini baru dapat kawin Setelah 4-6 hari, dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit antara 32-43 hari. Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari, sedangkan serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari)(Siwi et al., 1981).
Telur. Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan
diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20
butir. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di
dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan pada saat padi
berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah diletakkan. Perkembangan dari
telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari (Baehaki,
1992).
Nimfa. Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena
warnanya sama dengan warna daun. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri dari 5
instar (Harahap dan Tjahyono, 1997).
Imago. Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral
abdomennya berwarna coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan
bagian ventral abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur pada permukaan
daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu
sampai dua baris (Rismunandar, 2003). Walang sangit aktif menyerang pada pagi
dan sore hari, sedangkan di siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab
dan dingin
Ada beberapa teknik pengendalian walang sangit non kimiawi diantaranya
yaitu :
a.
Penggunaan
Perangkap
Di lahan rawa lebak petani dalam mengendalikan hama
khususnya walang sangit menggunaan perangkap yaitu dari bahan keong yang
dibusukkan. Dengan cara pengendalian tersebut intensitas kerusakan walang
sangit dapat ditekan. Hasil pengamatan dilapang menunjukkan bahwa pengendalian
dengan menggunakan perangkap bau busuk (keong) tersebut cukup efektif
dibandingkan pengendalian lainnya dalam mengendalikan hama walang sangit.
Adapun fungsi dari penggunakan perangkap dari bahan keong yang dibusukkan
tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena
dengan perangkap tersebut walang sangit lebih tertarik berkunjung ketempat
perangkap tersebut dibandingkan pada bulir padi. Jumlah populasi yang
didapatkan pada perangkap tersebut 5-10 ekor/perangkap. Kadang-kadang petani
juga menaruh bahan racun dari karbofuran 5-10 butir/tempat, sehingga walang
sangit yang datang berkunjung dan mengisap bahan tersebut dan mati.
Pengandalian hama walang sangit dengan cara perangkap busuk tersebut yang
dipasang ditepi-tepi sawah dengan jarak antar perangkap 10-15 m tersebut cukup
efektif memerangkap walang sangit. Walang sangit bergerombol datang pada perangkap
bau busuk tersebut untuk makan dan mengisap cairannya. Walang sangit lebih
tertarik kepada bau-bauan tersebut dibandingkan makan pada padi yang sedang
berbunga sampai masak susu. Menurut Sunjaya (1970), banyak diantara jenis-jenis
serangga tertarik oleh bau-bauan dipancarkan oleh bagian tanaman yaitu bunga,
buah atau benda lainnya. Zat yang berbau tersebut pada hakekatnya adalah
senyawa kimia yang mudah menguap seperti pada perangkan bau busuk tersebut.
Dengan demikian intensitas kerusakan bulir/biji padi dapat dihindari dengan
cara perangkap bau tersebut. Dilihat dari lingkungan tidak mempengaruhi
terutama keberadaan musuh alami (predator dan parasitoid) di lahan lebak
tersebut. Dari hasil pengamatan terhadap musuh alami populasi predator jenis
laba-laba, kumbang karabit dan belalang minyak dan jenis parasitoid lainnya
populasi cukup tinggi. Dan ada pula cara lain yaitu dengan menggunakan obor dan
asap tetapi hasilnya kurang memuaskan, karena cara tersebut selain dapat
menarik walang sangit tetapi juga dapat menarik serangga-serangga lain terutama
jenis musuh alaminya ikut terbunuh. Adapun cara perangkap bau busuk tersebut
bukan mematikan hama walang sangit tetapi hanya mengalihkan perhatian sehingga
dapat menghindari serangan hama tersebut pada padi.
b.
Pemanfaatan
Asap
Taktik pengandalian dengan menggunaan asap sudah
seringkali dilakukan oleh petani rawa lebak maupun tadah hujan, tetapi hasilnya
kurang memuaskan. Tetapi dengan mengganti bahan pengasapan tersebut dengan
menggunaan bahan galian batubara menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, karena
bahan galian batubara tersebut dapat mempengaruhi aktivitas dari hama walang
sangit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan asap dari bahan galian
batubara intensitas kerusakan oleh walang sangit dapat ditekan. Hal ini diduga
bahwa bau asap dari bahan galian batu bara tersebut dapat mengusir hama walang
sangit, karena pada lokasi pertanaman padi yang tidak melakukan pengendalian
dengan cara pengasapan (bahan batubara) intensitas kerusakan cukup tinggi Selain
di lahan rawa lebak pengendalian cara tersebut dilakukan juga oleh petani rawa
pasang surut dan hasilnya cukup baik, dan disamping itu pula penggunaan
insektisida dapat ditekan.
Selain pengasapan dengan menggunakan bahan batu bara juga petani menggunakan bahan tanaman dari tumbuhan cambai dan tumbuhan mercon dalam mengendalikan hama walang sangit. Dengan menggunakan bahan tumbuhan tersebut intensitan kerusakan oleh walang sangit dapat ditekan. Menurut Asikin dan Thamrin (2003), melaporkan bahwa tumbuhan cabai dan mercon tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati bahan persentase tingkat kematian larva ulat jengkal melebihi dari kontrol insektisida nabati dari tumbuhan Mimba yaitu tumbuhan galam, mercon, sungkai, kedondong, kumandrah dan cabai yaitu berkisar antara 70 – 80 %.
Selain pengasapan dengan menggunakan bahan batu bara juga petani menggunakan bahan tanaman dari tumbuhan cambai dan tumbuhan mercon dalam mengendalikan hama walang sangit. Dengan menggunakan bahan tumbuhan tersebut intensitan kerusakan oleh walang sangit dapat ditekan. Menurut Asikin dan Thamrin (2003), melaporkan bahwa tumbuhan cabai dan mercon tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati bahan persentase tingkat kematian larva ulat jengkal melebihi dari kontrol insektisida nabati dari tumbuhan Mimba yaitu tumbuhan galam, mercon, sungkai, kedondong, kumandrah dan cabai yaitu berkisar antara 70 – 80 %.
c.
Penggunaan
tumbuhan ribu-ribu
Pengendalian hama pada saat fase generatif yaitu
serangan hama penggerek batang (beluk), walang sangit dan hama lainnya, yaitu
menggunakan tumbuhan liar ribu-ribu yang aplikasinya dengan cara menaburkan daun
ribu-ribu tersebut pada lahan pertanaman padi pada saat fase bunting. Melalui
cara tersebut hama penggerek batang dan khususnya walang sangit dapat
dihindari, karena pengaruh bau yang ditimbulkan dari daun gulma ribu-ribu yang
terendam air tersebut mengeluarkan bau yang dapat mempengaruhi dari kunjungan
hama-hama tersebut. Dengan demikian gulma atau tumbuhan liar tersebut mempunyai
daya penolak terhadap hama pengrerek dan walang sangit. Serangan walang sangit
dapat dikendalikan dengan melakukan penanaman serempak pada suatu daerah yang
luas sehingga koloni walang sangit tidak terkonsentrasi di satu tempat
sekaligus menghindari kerusakan yang berat. Pada awal fase generatif dianjurkan
untuk menanggulangi walang sangit dengan perangkap dari tumbuhan rawa Limnophila
sp., Ceratophyllum sp., Lycopodium sp. dan bangkai hewan : kodok, kepiting,
udang dan sebagainya. Walang sangit yang tertangkap lalu dibakar. Parasit telur
walang sangit yang utama adalah Gryon nixoni dan parasit telur lainnya adalah
Ooencyrtus malayensis (Baeheki, 1992). Walang sangit dapat tertarik pada
bau-bau tertentu seperti bangkai dan kotoran binatang, beberapa jenis rumput
seperti Ceratophyllum dermesum L., C. Submersum L., Lycopodium carinatum D.,
dan Limnophila spp. Apabila walang sangit sudah terpusat pada tanaman
perangkap, selanjutnya dapat diberantas secara mekanik (Natawigena, 1990).
3.2.3.
Lalat Buah (Dacus sp)
(c) siklus hidup
lalat buah
|
Gambar 3: (a) lalat
buah (b) bagian-bagian lalat buah
Sumber : Internet
Keterangan Gambar
A. Antena
B. Mata C. Tibia
D. Tarsus
A. Antena
B. Mata C. Tibia
D. Tarsus
E.
Protorax
F. Abdominal segmen
G. Sayap
F. Abdominal segmen
G. Sayap
Klasifikasi Lalat Buah menurut Rahmat.
2011 yaitu sebagai berikut Kingdom : Animalia, Phyllum: Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo : Diptera, Famili: Drosophilidae, Genus:
Drosophila, Spesies: (Dacus
sp)
Lalat Buah mempunyai panjang tubuh
sekitar 3 sampai 4 mm, tubuhnya berwarna kuning kecoklatan. Telur Lalat Buah
berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya diletakkan di permukaan
makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat
dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50-75 telur
perhari dan mungkin maksimum 400-500 buah dalam 10 hari. Telur Lalat Buah
dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi
sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di
anteriornya terdapat dua tangkai.tipis. Korion mempunyai kulit bagian luar yang
keras dari telur tersebut. Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat
spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam
mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronuleus betina
dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio.
Perkembangan dimulai segera setelah terjadi
fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di dalam
telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda menetas dari telur dan
ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva
tidak berhenti-berhenti untuk makan. Periode kedua adalah periode setelah
menetas dari telur dan disebut perkembangan postembrionik yang dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada
sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa.
(Silvia, 2003). Dacus
sp berwarna putih, bersegmen, berbentuk
seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala. Untuk
pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada
ujung anterior dan posterior. Saat kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara
periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan
integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode
pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah
menetas sampai pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran
larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua,
larva (instar ketiga) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap
terakhir, larva instar ketiga merayp ke atas permukaan medium makanan ke tempat
yang kering dan berhenti bergerak. Dan jika dapat diringkas, pada Dacus sp, destruksi sel-sel larva terjadi
pada prose pergantian kulit (molting) yang berlangsung empat kali dengan tiga
stadia instar : dari larva instar 1 ke instar II, dari larva instar II ke
instar III, dari instar III ke pupa, dan dari pupa ke imago. Selama makan,
larva membuat saluran-saluran di dalam medium, dan jika terdapat banyak saluran
maka pertumbuhan biakan dapat dikatakan berlangsung baik. Larva yang dewasa
biasanya merayap naik pada dinding botol atau pada kertas tissue dalam botol.
Dan disini larva akan melekatkan diri pada tempat kering dengan cairan sperti
lem yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan kemudian membentuk puypa (kepompong).
Saat larva Lalat Buah membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula
menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut larva instar 4.
Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki.
Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada
stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva
berganti menjadi lalat dewasa. Struktur dewasa tampak jelas selama periode pupa
pada bagian kecil jaringan dorman yang sama seperti pada tahap embrio. Pembatasan
jaringan preadult (sebelum dewasa) disebut anlagen. Fungsi utama dari pupa
adalah untuk perkembangan luar dari anlagen ke bentuk dewasa. Dewasa pada Lalat
Buah dalam satu siklus hidupnya berusia sekitar 9 hari. Setelah keluar dari
pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya belum terbentang. Sementara
itu, lalat betina kan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma
dalam jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan.
3.2.4. Belalang
Kayu (Valanga nigricornis)
Gambar 4: (a) belalang kayu (b) bagian-bagian tubuh belalang kayu
Sumber: dokumen
pribadi dan internet
Belalang
kayu (Valanga nigricornis) memiliki
klasifikasi sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Phylum: Arthropoda, Class:
Insecta, Order: Orthoptera, Family: cridoidea, Genus: Valanga, Specific name :
nigricornis, Scientific name: Valanga
nigricornis (Huda, Syamsul. 2009)
Belalang (Valanga nigricornis) yang
tergolog dari ordo orthoptera biasa disebut dengan belalang kayu. Belalang kayu
memiliki ciri-ciri antara lain memiliki antena pendek, organ pendengaran
terletak pada ruas abdomen serta alat petelur yang pendek. Kebanyakan warnanya
kelabu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cemerlang pada sayap
belakang. Serangga ini termasuk pemakan tumbuhan dan sering kali merusak
tanaman. Adapun alat mulutnya bertipe penggigit pengunyah. Siklus hidup belalang kayu sebagai
berikut, telur belalang menetas menjadi nimfa, dengan tampilan belalang dewasa
versi mini tanpa sayap dan organ reproduksi. Nimfa belalang yang baru menetas
biasanya berwarna putih, namun setelah terekspos sinar matahari, warna khas
mereka akan segera muncul. Selama masa pertumbuhan, nimfa belalang akan
mengalami ganti kulit berkali kali (sekitar 4-6 kali) hingga menjadi belalang
dewasa dengan tambahan sayap fungsional. Masa hidup belalang sebagai nimfa
adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa, dibutuhkan 14 hari bagi mereka
untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah itu hidup mereka hanya tersisa 2-3
minggu, dimana sisa waktu itu digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur
mereka. Total masa hidup belalang setelah menetas adalah sekitar 2 bulan (1
bulan sebagai nimfa, 1 bulan sebagai belalang dewasa), itupun jika mereka
selamat dari serangan predator. Setelah telur yang mereka hasilkan menetas,
daur hidup belalang yang singkat akan berulang.
Ada
beberapa cara pengendalian belalang kayu antara lain
1.
Kultur
Teknis: Dengan mengatur pola tanam dan menanam tanaman alternatif yang tidak
disukai oleh belalang seperti tanaman kacang tanah dan ubi kayu, melakukan
pengolahan tanah pada lahan yang diteluri sehingga telur tertimbun dan yang
terlihat diambil.
2.
Gropyokan/Mekanik/Fisik:
Kelompok tani secara aktif mencari kelompok belalang di lapangan, dengan menggunakan
kayu, ranting, sapu dan jaring perangkap.
3. Biologis: Dengan menggunakan
cendawan, dengan cara penyebaran pada tempat-tempat bertelur belalang kembara
atau dengan penyemprotan dengan terlebih dahulu membuat suspensi (larutan
cendawan).
3.2.5.
Ulat
Tanah (Agrotisipsilon)
Gambar 5: (a) ulat tanah (b) bagian-bagian tubuh ulat tanah
Sumber : dokumen pribadi dan internet
Ulat tanah
memiliki klasifikasi sebagai berikut Kingdom:
Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insecta, Ordo: Lepidoptera, Famili:
Noctuidae, nama umum: Agrotis ipsilon (Arifin,Muhammad.
2011)
Umumnya ngengat Famili Noctuidae
menghindari cahaya matahari dan bersembunyi pada permukaan bawah daun.
Sayap depan berwarna dasar coklat keabu-abuan dengan bercak-bercak hitam.
Pinggiran sayap depan berwarna putih. Warna dasar sayap belakang
putih keemasan dengan pinggiran berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16
-19 mm dan lebar 6 - 8 mm. Ngengat dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila
diganggu atau disentuh, ngengat menjatuhkan diri pura-pura mati. Perkembangan
dari telur hingga serangga dewasa rata-rata berlangsung 51 hari. Telur
diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut
terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat
meletakkan 1.430 - 2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah
menjadi kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada
puncaknya. Titik hitam tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di
dalam telur. Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi gelap agak
kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari. Larva menghindari cahaya
matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira sedalam 5 - 10 cm atau
dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit pangkal
batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning
kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1 - 2 mm. Sehari
kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva
mengalami 5 kali ganti kulit. Larva instar terakhir berwarna coklat
kehitam-hitaman. Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 - 50
mm. Bila larva diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak bergerak
seolah-olah mati. Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan
pupa terjadi di permukaan tanah.
Pengendalian ulat tanah dapat dilakukan dengan cara berikut
a). Kultur teknis
Pengolahan tanah yang baik untuk membunuh pupa yang ada di
dalam tanah dan Sanitasi dengan membersihkan lahan dari gulma yang juga merupakan
tempat ngengat A. ipsilon meletakkan telurnya.
b). Pengendalian fisik / mekanis
Pengendalian secara fisik dengan mengumpulkan larva dan
selanjutnya dimusnahkan. Sebaiknya dilakukan pada senja – malam hari, dan larva
biasanya dijumpai di permukaan tanah sekitar tanaman yang terserang.
c). Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami : parasitoid larva A. ipsilon yaitu
Goniophana heterocera, Apanteles (= Cotesia) ruficrus, Cuphocera varia dan
Tritaxys braueri. Predator penting adalah Carabidae. Patogen penyakit yang
sering menyerang A. ipsilon adalah jamur Metharrizium spp. dan Botrytis sp.
serta nematoda Steinernema sp.
3.2.6. Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros)
Gambar 6: (a) kumbang kelapa (b) bagian-bagian tubuh kumbang kelapa
Sumber : internet
Sistematika
kumbang kelapa menurut Kalshoven (1981) adalah sbb: Kingdom: Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas:
Insecta, Ordo: Coleoptera, Famili: Scarabaeidae, Genus: Oryctes, Spesies: Oryctes rhinoceros L.
Oryctes
rhinoceros L. Merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang
melewati stadia telur, larva, pupa, dan imago (Suhadirman 1996).
Telur
Mo (1957) dan Anonim (1989), mengemukakan bahwa telur serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas.
Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Bedford, 1980). Stadium telur berkisar antara 11-13 hari, rata-rata 12 hari (Khalshoven, 1981). Sedangkan menurut suhadirman (1996), telur-telur menetas setelah 12 hari.
Telur
Mo (1957) dan Anonim (1989), mengemukakan bahwa telur serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas.
Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Bedford, 1980). Stadium telur berkisar antara 11-13 hari, rata-rata 12 hari (Khalshoven, 1981). Sedangkan menurut suhadirman (1996), telur-telur menetas setelah 12 hari.
Larva
Larva
yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan,
warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran
panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang
lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu
pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium
larva 4-5 bulan ( Suhadirman, 1996), bahkan adapula yang mencapai 2-4 bulan
lamanya (Nayar, 1976). Stadium larva terdiri dari 3 instar yaitu instar I
selama 11-21 hari, instar II selama 12-21 hari dan instar III selama 60-165
hari.
Pupa
Pupa
Ukuran
pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan
dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning.
Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan perubahan
bentuk dari larva ke pupa. Fase
II : Lamanya 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan
masih berdiam dalam kokon (Suhadirman, 1996).
Imago
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980). Menurut Mo (1975), kumbang O.rhinoceros pada bagian atas berwarna hitam mengkilat, bagian bawah coklat merah tua. Panjangnya 3-5 cm. Tanduk kumbang jantan lebih panjang dari tanduk betina. Pada kumbang betina terdapat bulu yang tumbuh pada ujung abdomennya, sedangkan pada kumbang jantan bulu-bulu tersebut hampir tidak ditemukan. Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Suhadirman, 1996). Bedford (1980), mengemukakan bahwa uji laboratorium menunjukkan bahwa betina berumur 3 minggu dan jantan berumur 5 minggu dapat siap kawin, terbang dan makan pertama. Contohnya peletakkan telur dapat terjadi sebelum kumbang keluar dari sarang dimana larva itu berkembang.
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980). Menurut Mo (1975), kumbang O.rhinoceros pada bagian atas berwarna hitam mengkilat, bagian bawah coklat merah tua. Panjangnya 3-5 cm. Tanduk kumbang jantan lebih panjang dari tanduk betina. Pada kumbang betina terdapat bulu yang tumbuh pada ujung abdomennya, sedangkan pada kumbang jantan bulu-bulu tersebut hampir tidak ditemukan. Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Suhadirman, 1996). Bedford (1980), mengemukakan bahwa uji laboratorium menunjukkan bahwa betina berumur 3 minggu dan jantan berumur 5 minggu dapat siap kawin, terbang dan makan pertama. Contohnya peletakkan telur dapat terjadi sebelum kumbang keluar dari sarang dimana larva itu berkembang.
Menurut
Nayar (1976) dan Kalshoven (1981), berkembangbiaknya hama ini erat kaitannya
dengan kebersihan kebun, maka pemberantasan hama ini dapat dilakukan dengan
menebang, membakar, atau membelah pohon-pohon kelapa yang mati,
sarang-sarangnya dibakar sedalam 20 cm, pelepah daun kelapa dibersihkan setiap
menurunkan buah, kumbang yang ditemukan dibunuh atau dicungkil keluar dari
lubangnya. Penggunaan kelapa mati yang dibiarkan tegak merupakan cara yang
cukup efektif untuk pengendalian hama ini. Pengendalian dengan sistem ini dapat
dilakukan bersama-sama dengan pengendalian lain yaitu dengan cendawan Metharrizium
anisopliae dan virus Baculovirus oryctes, sehingga larva yang berada dalam
tegakan tersebut akan terinfeksi oleh cendawan ataupun virus (Mangoendihardjo
dan Mahrub, 1989). Selain menggunakan
pengetahuan dan perilakunya, pengendalian ini juga dapat didukung dengan
memanfaatkan musuh-musuh alaminya, Santalus parallelus dan Platymerys
laevicollis merupakan predator telur dan larva O. Rhinoceros, sedangkan
Agrypnus sp. Merupakan predator larva, beberapa jenis nematoda dan cendawan
juga menjadi musuh alami kumbang kelapa.
IV.
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Orthoptera Berasal dari kata orthos yang artinya”lurus” dan pteron
artinya “sayap”. Golongan serangga
ini sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di
antaranya yang bertindak sebagai predator. Sewaktu istirahat sayap bagian
belakangnya dilipat secara lurus dibawah sayap depan. Sayap depan mempunyai
ukuran lebih sempit daripada ukuran sayap belakang. Alat mulut nimfa dan
imagonya menggigit-mengunyah yang ditandai adanya labrum, sepasang mandibula,
sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium
dengan palpus labialisnya. Tipe metamorfosis ordo ini adalah paurometabola
yaitu terdiri dari 3stadia (telur-nimfa-imago).
Hemiptera berasal dari kata Hemi artinya “setengah” dan pteron artinya “sayap”. Beberapa jenis
serangga dari ordo ini pemakan tumbuhan
dan adapula sebagai predator yang mengisap tubuh serangga lain dan golongan
serangga ini mempunyai ukuran tubuh yang besar serta sayap depannya mengalami
modifikasi, yaitu setengah didaerah pangkal menebal, sebagiannya mirip selaput,
dan syap belakang seperti selaput tipis. Paurometabola merupakan tipe
perkembangan hidup dari ordo ini yang terdiri dari 3 stadia yaitu telur >
nimfa > imago. Tipe mulut menusuk-mengisap yang terdiri atas moncong
(rostum) dan dilengkapi dengan stylet yang berfungsi sebagai alat pengisap.
Nimfa dan imago merupakan stadium yang bisa merusak tanaman.
Homoptera berasal darikata Homo
artinya “sama” dan pteron artinya
“sayap” serangga golongan ini mempunyai sayap depan bertekstur homogen.
Sebagian dari serangga ini mempunyai dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan
tidak bersayap. Misalnya kutu daun (Aphis
sp.) sejak menetas sampai dewasa tidak bersayap. Namun bila populasinya tinggi
sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan untuk berpindah
habitat. Tipe perkembangan hidup serangga ini adalah paurometabola
(telur-nimfa-imago).
Lepidoptera Berasal dari kata lepidos “sisik” dan pteron artinya “sayap”. Tipe alat mulut dari ordo lepidoptera
menggigit-mengunyah tetapi pada imagonya bertipe mulut menghisap.
Perkembangbiakannya bertipe “holometebola” (telur-larva-pupa-imago). Larva
sangat berpotensi sebagai hama tanaman,
sedangkan imagonya (kupu-kupu dan ngengat) hanya mengisap madu dari tanaman
jenis bunga-bungaan. Sepasang sayapnya mirip membran yang dipenuhi sisik yang
merupakan modifikasi dari rambut.
Coleoptera berasal dari kata Coleos artinya “seludang” pteron
“sayap”. Tipe serangga ini memiliki sayap depan yang mengeras dan tebal seperti seludang berfungsi untuk
menutup sayap belakang dan bagian tubuh. Sayap bagian belakang mempunyai
struktur yang tipis. Perkembangbiakan ordo ini bertipe “holometabola” atau metamorfosis
sempurna yang perkembangannya melalui stadia : telur – larva – kepompong (pupa)
– dewasa (imago). Tipe alat mulut nyaris
sama pada larva dan imago (menggigit-mengunyah) jenisnya bentuk tubuh yang
beragam dan ukuran tubuhnya lebih besar dari jenis serangga lain.
Anggota-anggotanya sebagian sebagai pengganggu tanaman, namun ada juga yang
bertindak sebagai pemangsa serangga jenis yang berbeda.
Diptera
berasal darin kata Di artinya “dua” dan
pteron artinya “sayap” merupakan
bangsa lalat, nyamuk meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah,
predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di
depan, sedangkan sayap belakang telah berubah menjadi halter yang multifungsi
sebagai alat keseimbangan, untuk mengetahui arah angin, dan alat
pendengaran.Metamorfosisnya “holometabola” (telur-larva-kepompong–imago). Larva
tidak punya tungkai, dan meyukai tempat yang lembab dan tipe mulutnya
menggigit-mengunyah, sedangkan imago bertipe mulut menusuk-mengisap atau
menjilat-mengisap.
4.2.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar. 2011. Ordo
Serangga Penting. http://abrarfapertauntad.blogspot.com
diakses pada tangal 10 April 2013 Pukul 20.02 WIB
Anonym. 2010. Walang
Sangit. http://ozamalah.blogspot.com
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 20:32 WIB
Anonym. 2012. HAMA. http://id.wikipedia.org/wiki/hama.
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 19:48 WIB
Arifin,Muhammad.
2011. Mengendalikan Ulat Tanah dan Uret. http://muhammadarifindrprof.blogspor.com
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 20:17 WIB
Harno. 2012. Pengertian
Hama. http://harno-blog.blogspot.com
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 20:37 WIB
Hidayat, purnama. 2012.
Perkembangan dan metamorphosis Serangga serta Kerusakan yang ditimbulkannya. http://ipb.ac.id/~phidayat/perlintan.
diakses pada tangga 10 April 2013 pukul 20:47 WIB
Huda, Syamsul. 2009. Pemgendalian
Hama Belalang. http://syamsulhuda-fst09.web.unair.id
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 21:03
Lugito. 2013.
Pengenalan Spesimen Hama. http://lugito-center.blogspot.com
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 19:57 WIB
Rahmat. 2011. Morfologi
Lalat Buah. http://panca-rahmat.blogspot.com
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 20:28 WIB
Rio. 2009. Taksonomi
Kumbang Kelapa. http://riostones.blogspot.com
diakses pada tanggal 10 April 2013 pukul 20:09 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar